Teman Jepang saya menulis email dan mengabarkan tentang Jepang yang memerah karena daun-daun di musim gugur mulai berubah warna. Saya teringat saat berada di sana, pada bulan-bulan inilah kami akan selalu mencari lokasi yang menarik untuk menonton momiji atau yang dikenal dengan momiji gari (紅葉狩り).
Saya mendapatkan tugas untuk mengajar Nihon Jijou (日本事情) dan Nihon Bunka Nyuumon (日本文化入門) kepada mahasiswa D3 dan S1 Sastra Jepang UNDIP. Sekalipun sudah pernah diajarkan sebelumnya oleh rekan dosen yang lain, kali ini berdasarkan saran dari expert JICA yang ditugaskan di tempat kami, mata kuliah ini akan mencakup gambaran kehidupan orang Jepang dari musim ke musim. Saya menggunakan buku text book Kisetsu de manabu Nihon go (季節で学ぶ日本語). Buku tersebut sangat baik dalam menggambarkan kehidupan orang Jepang dalam setahun, sekalipun cukup berat untuk diberikan kepada mahasiswa yang baru menguasai bahasa Jepang level basic.
Tetapi saya memutuskan menggunakan buku tersebut beserta beberapa informasi yang saya dapatkan dari internet dan buku-buku lain untuk menjelaskan tentang perkuliahan di atas, karena terpikir bahwa sekalipun kemampuan bahasa belum mencapai level intermediate, mahasiswa akan belajar banyak kosakata baru. Saya pun selalu melengkapi slide power point dengan daftar kosakata. Memang saya tidak dipaksa menggunakan bahasa Jepang dalam kuliah ini, karena tujuan utamanya sebenarnya memperkenalkan tentang budaya dan tradisi orang Jepang dalam setahun. Tetapi saya lagi-lagi mempertimbangkan aspek atmosfer belajar yang akan mendorong seseorang semakin menguasai sebuah bahasa, maka saya memutuskan menggunakan bahasa pengantar bahasa Jepang, dan sedikit bahasa Indonesia.
Ketika saya berangkat ke Jepang, saya juga masih berada pada level nol. Sama sekali tidak mengerti bahasa Jepang. Saya pikir yang membuat saya cepat menguasai bahasa tersebut adalah karena sehari-hari hanya bahasa itu yang masuk ke telinga saya. Hanya huruf-huruf Jepang yang setiap hari terlihat oleh mata saya, sehingga barangkali karena itu dengan cepat saya bisa menguasainya. Maka saya ingin mengupayakan atmosfer tersebut bagi para mahasiswa.
Dalam kuliah Nihon Jijou, kami mempelajari tradisi dan kebiasaan orang Jepang sesuai dengan bulannya. Jadi, pada saat awal semester hingga masuk ke ujian tengah semester (bulan September-Oktober), kami mempelajari tentang kebiasaan di musim gugur. Tanggal 1 September adalah hari pengendalian bencana di Jepang, maka pada kuliah kedua kami membahas tentang tata cara menyelamatkan diri saat terjadi gempa, angin topan, tsunami, dan kebakaran. Pertengahan September, tanggal 15, dikenal pula sebagai waktu purnama yang terindah. Maka pada saat itu, banyaklah orang Jepang yang menikmati sinar bulan, yang dikenal dengan istilah tsukimi (月見)sambil menikmati kue moci tsukimi. Pada bulan September juga hawa masih sangat nyaman untuk berkumpul, maka dilakukan pula pertemuan dengan para orang tua, untuk mendengarkan masukan mereka tentang pembangunan desa. Hari itulah yang dikenal sebagai Keirou no hi (敬老の日).
Pada bulan Oktober, orang Jepang menyelenggarakan undokai (運動会) atau pesta olahraga. Jadi pada saat kuliah ketiga dan keempat, kami membahas tentang kebiasaan dan pandangan orang Jepang terhadap olahraga. Dalam pesta olahraga yang sering diselenggarakan di TK dan SD, orang tua sering ikut terlibat berlomba bersama anak-anak. Hari itu bukan sekedar pertandingan olahraga, tetapi sekaligus hari keluarga. Kuliah kelima diisi dengan materi Ifuku (Pakaian Tradisional Jepang). Mahasiswa mempraktekkan pemakaian yukata, baju tradisional Jepang yang sering dipakai di musim panas. Dan pada kuliah keenam kami membahas tentang Momiji gari dan Bunka no hi (hari budaya).
Pada akhir musim gugur, suasana di Jepang sudah memerah penuh, sehingga banyak yang memanfaatkan liburan Sabtu Minggu untuk melihat momiji. Momiji gari adalah mirip dengan tradisi Hanami pada musim semi. Kalau pada musim semi mereka melihat berkembangnya bunga sakura, maka pada musim gugur mereka menyaksikan kouyou (紅葉) atau daun yang memerah dan menguning. Kata gari (狩り) dalam momiji gari (紅葉狩り) berarti berburu binatang. Yang kemudian dalam perkembangannya digunakan dalam banyak hal, termasuk melihat buah-buahan (Ringo gari, budou gari, ichigo gari, dll).
Untuk menggambarkan suasana yang memerah di Jepang, di dalam textbook sering disisipkan bait lagu anak-anak Jepang. Sudah ada dua lagu yang saya ajarkan kepada mahasiswa selama enam kali perkuliahan, yaitu Lagu Akatombo dan Lagu Momiji.
Bahasa yang dipergunakan dalam kedua lagu sangat indah, dan barangkali hanya orang yang punya kepekaan sastra yang bisa memahami keindahannya. Sekalipun sulit, saya selalu menyediakan terjemahan kosakata dan menerjemahkan syair lagu dengan bahasa yang lebih mudah dipahami.
Saya mendapatkan tugas untuk mengajar Nihon Jijou (日本事情) dan Nihon Bunka Nyuumon (日本文化入門) kepada mahasiswa D3 dan S1 Sastra Jepang UNDIP. Sekalipun sudah pernah diajarkan sebelumnya oleh rekan dosen yang lain, kali ini berdasarkan saran dari expert JICA yang ditugaskan di tempat kami, mata kuliah ini akan mencakup gambaran kehidupan orang Jepang dari musim ke musim. Saya menggunakan buku text book Kisetsu de manabu Nihon go (季節で学ぶ日本語). Buku tersebut sangat baik dalam menggambarkan kehidupan orang Jepang dalam setahun, sekalipun cukup berat untuk diberikan kepada mahasiswa yang baru menguasai bahasa Jepang level basic.
Tetapi saya memutuskan menggunakan buku tersebut beserta beberapa informasi yang saya dapatkan dari internet dan buku-buku lain untuk menjelaskan tentang perkuliahan di atas, karena terpikir bahwa sekalipun kemampuan bahasa belum mencapai level intermediate, mahasiswa akan belajar banyak kosakata baru. Saya pun selalu melengkapi slide power point dengan daftar kosakata. Memang saya tidak dipaksa menggunakan bahasa Jepang dalam kuliah ini, karena tujuan utamanya sebenarnya memperkenalkan tentang budaya dan tradisi orang Jepang dalam setahun. Tetapi saya lagi-lagi mempertimbangkan aspek atmosfer belajar yang akan mendorong seseorang semakin menguasai sebuah bahasa, maka saya memutuskan menggunakan bahasa pengantar bahasa Jepang, dan sedikit bahasa Indonesia.
Ketika saya berangkat ke Jepang, saya juga masih berada pada level nol. Sama sekali tidak mengerti bahasa Jepang. Saya pikir yang membuat saya cepat menguasai bahasa tersebut adalah karena sehari-hari hanya bahasa itu yang masuk ke telinga saya. Hanya huruf-huruf Jepang yang setiap hari terlihat oleh mata saya, sehingga barangkali karena itu dengan cepat saya bisa menguasainya. Maka saya ingin mengupayakan atmosfer tersebut bagi para mahasiswa.
Dalam kuliah Nihon Jijou, kami mempelajari tradisi dan kebiasaan orang Jepang sesuai dengan bulannya. Jadi, pada saat awal semester hingga masuk ke ujian tengah semester (bulan September-Oktober), kami mempelajari tentang kebiasaan di musim gugur. Tanggal 1 September adalah hari pengendalian bencana di Jepang, maka pada kuliah kedua kami membahas tentang tata cara menyelamatkan diri saat terjadi gempa, angin topan, tsunami, dan kebakaran. Pertengahan September, tanggal 15, dikenal pula sebagai waktu purnama yang terindah. Maka pada saat itu, banyaklah orang Jepang yang menikmati sinar bulan, yang dikenal dengan istilah tsukimi (月見)sambil menikmati kue moci tsukimi. Pada bulan September juga hawa masih sangat nyaman untuk berkumpul, maka dilakukan pula pertemuan dengan para orang tua, untuk mendengarkan masukan mereka tentang pembangunan desa. Hari itulah yang dikenal sebagai Keirou no hi (敬老の日).
Pada bulan Oktober, orang Jepang menyelenggarakan undokai (運動会) atau pesta olahraga. Jadi pada saat kuliah ketiga dan keempat, kami membahas tentang kebiasaan dan pandangan orang Jepang terhadap olahraga. Dalam pesta olahraga yang sering diselenggarakan di TK dan SD, orang tua sering ikut terlibat berlomba bersama anak-anak. Hari itu bukan sekedar pertandingan olahraga, tetapi sekaligus hari keluarga. Kuliah kelima diisi dengan materi Ifuku (Pakaian Tradisional Jepang). Mahasiswa mempraktekkan pemakaian yukata, baju tradisional Jepang yang sering dipakai di musim panas. Dan pada kuliah keenam kami membahas tentang Momiji gari dan Bunka no hi (hari budaya).
Pada akhir musim gugur, suasana di Jepang sudah memerah penuh, sehingga banyak yang memanfaatkan liburan Sabtu Minggu untuk melihat momiji. Momiji gari adalah mirip dengan tradisi Hanami pada musim semi. Kalau pada musim semi mereka melihat berkembangnya bunga sakura, maka pada musim gugur mereka menyaksikan kouyou (紅葉) atau daun yang memerah dan menguning. Kata gari (狩り) dalam momiji gari (紅葉狩り) berarti berburu binatang. Yang kemudian dalam perkembangannya digunakan dalam banyak hal, termasuk melihat buah-buahan (Ringo gari, budou gari, ichigo gari, dll).
Untuk menggambarkan suasana yang memerah di Jepang, di dalam textbook sering disisipkan bait lagu anak-anak Jepang. Sudah ada dua lagu yang saya ajarkan kepada mahasiswa selama enam kali perkuliahan, yaitu Lagu Akatombo dan Lagu Momiji.
Bahasa yang dipergunakan dalam kedua lagu sangat indah, dan barangkali hanya orang yang punya kepekaan sastra yang bisa memahami keindahannya. Sekalipun sulit, saya selalu menyediakan terjemahan kosakata dan menerjemahkan syair lagu dengan bahasa yang lebih mudah dipahami.
0 komentar:
Posting Komentar