Barangkali kita pernah mendengar kumandang adzan maghrib di TV. Ada juga adzan yang disiarkan live dari suatu masjid oleh suatu radio. Apakah adzan seperti ini perlu dijawab?
Ulama besar Saudi Arabia, Syaikh ‘Abdul Karim Khudair hafizhohullah ditanya,
“Jika diputar suatu rekaman adzan ketika telah masuk waktu shalat, apakah adzan seperti itu perlu dijawab dan teranggap seperti adzan hakiki?”
Beliau hafizhohullah menjawab,
“Adzan yang diperdengarkan dari suatu alat yang di mana adzan tersebut adalah siaran live (dari suatu masjid), seperti misalnya saja kumandang adzan live dari Masjidil Harom melalui radio, atau dari salah satu masjid besar di kota Riyadh yang disiarkan live dari radio Al Qur’an, maka seperti itu dianggap adzan hakiki dan diperintahkan untuk dijawab. Adzan live melalui radio tersebut sama halnya dengan adzan yang disebarluaskan melalui pengeras suara.
Adapun jika adzan tersebut adalah hasil rekaman (di kaset atau CD), bukan siaran live, maka muadzinnya kita anggap seperti tidak ada atau mati. Seperti kita lihat adzan yang diperdengarkan di beberapa radio saat ini. Padahal muadzinnya boleh jadi telah tiada beberapa tahun silam. Seperti ada muadzin yang bernama Mahmud dan adzannya diputar lewat kaset, padahal dia sudah tiada 40 tahun yang lalu. Adzan semisal ini tidak perlu dijawab dan tidak dianggap seperti hukum adzan.”
Dari Jabir bin Abdillah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Dari ‘Umar bin Khottob, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Semoga sajian singkat ini bermanfaat. Wallahu waliyyut taufiq.
Riyadh-KSA, 9 Rajab 1432 H (10/06/2011)
Ulama besar Saudi Arabia, Syaikh ‘Abdul Karim Khudair hafizhohullah ditanya,
“Jika diputar suatu rekaman adzan ketika telah masuk waktu shalat, apakah adzan seperti itu perlu dijawab dan teranggap seperti adzan hakiki?”
Beliau hafizhohullah menjawab,
“Adzan yang diperdengarkan dari suatu alat yang di mana adzan tersebut adalah siaran live (dari suatu masjid), seperti misalnya saja kumandang adzan live dari Masjidil Harom melalui radio, atau dari salah satu masjid besar di kota Riyadh yang disiarkan live dari radio Al Qur’an, maka seperti itu dianggap adzan hakiki dan diperintahkan untuk dijawab. Adzan live melalui radio tersebut sama halnya dengan adzan yang disebarluaskan melalui pengeras suara.
Adapun jika adzan tersebut adalah hasil rekaman (di kaset atau CD), bukan siaran live, maka muadzinnya kita anggap seperti tidak ada atau mati. Seperti kita lihat adzan yang diperdengarkan di beberapa radio saat ini. Padahal muadzinnya boleh jadi telah tiada beberapa tahun silam. Seperti ada muadzin yang bernama Mahmud dan adzannya diputar lewat kaset, padahal dia sudah tiada 40 tahun yang lalu. Adzan semisal ini tidak perlu dijawab dan tidak dianggap seperti hukum adzan.”
[Sumber fatwa: http://www.khudheir.com/text/5402]
Jika kita mendengar adzan lakukanlah hal-hal sebagai berikut:- Diam dan menjawab adzan.
- Ucapkanlah seperti apa yang diucapkan muadzin kecuali pada lafazh adzan “hayya ‘alash sholaah” dan “hayya ‘alal falaah”, ucapkanlah “laa hawla quwwata illa billah”
- Bacalah do’a setelah adzan: “Allahumma robba hadzihid da’watit taammati wash sholatil qoo-imah, aati Muhammadanil wasilata wal fadhilah, wab’atshu maqoomam mahmuuda alladzi wa ‘adtah’ [Ya Allah, Rabb pemilik dakwah yang sempurna ini (dakwah tauhid), shalat yang ditegakkan, berikanlah kepada Muhammad wasilah (kedudukan yang tinggi), dan fadilah (kedudukan lain yang mulia). Dan bangkitkanlah beliau sehingga bisa menempati maqom (kedudukan) terpuji yang telah Engkau janjikan padanya]
إِذَا سَمِعْتُمُ الْمُؤَذِّنَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ ثُمَّ صَلُّوا عَلَىَّ فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى عَلَىَّ صَلاَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا ثُمَّ سَلُوا اللَّهَ لِىَ الْوَسِيلَةَ فَإِنَّهَا مَنْزِلَةٌ فِى الْجَنَّةِ لاَ تَنْبَغِى إِلاَّ لِعَبْدٍ مِنْ عِبَادِ اللَّهِ وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ أَنَا هُوَ فَمَنْ سَأَلَ لِىَ الْوَسِيلَةَ حَلَّتْ لَهُ الشَّفَاعَةُ
“Apabila kalian mendengar mu’adzin, maka ucapkanlah sebagaimana yang diucapkan oleh muadzin, lalu bershalawatlah kepadaku, maka sungguh siapa saja yang bershalawat kepadaku sekali, Allah akan bershalawat kepadanya sebanyak 10x. Kemudian mintalah pada Allah wasilah bagiku karena wasilah adalah sebuah kedudukan di surga. Tidaklah layak mendapatkan kedudukan tersebut kecuali untuk satu orang di antara hamba Allah. Aku berharap aku adalah dia. Barangsiapa meminta wasilah untukku, dia berhak mendapatkan syafa’atku.” (HR. Muslim no. 875)Dari Jabir bin Abdillah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ قَالَ حِينَ يَسْمَعُ النِّدَاءَ اللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيلَةَ وَالْفَضِيلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا الَّذِى وَعَدْتَهُ ، حَلَّتْ لَهُ شَفَاعَتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Barangsiapa mengucapkan setelah mendengar adzan ‘Allahumma robba hadzihid da’watit taammati wash sholatil qoo-imah, aati Muhammadanil wasilata wal fadhilah, wab’atshu maqoomam mahmuuda alladzi wa ‘adtah’ [Ya Allah, Rabb pemilik dakwah yang sempurna ini (dakwah tauhid), shalat yang ditegakkan, berikanlah kepada Muhammad wasilah (kedudukan yang tinggi), dan fadilah (kedudukan lain yang mulia). Dan bangkitkanlah beliau sehingga bisa menempati maqom (kedudukan) terpuji yang telah Engkau janjikan padanya], maka dia akan mendapatkan syafa’atku kelak.” (HR.Bukhari no. 614)Dari ‘Umar bin Khottob, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« إِذَا قَالَ الْمُؤَذِّنُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ. فَقَالَ أَحَدُكُمُ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ. ثُمَّ قَالَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ. قَالَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ ثُمَّ قَالَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ. قَالَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ. ثُمَّ قَالَ حَىَّ عَلَى الصَّلاَةِ. قَالَ لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّهِ. ثُمَّ قَالَ حَىَّ عَلَى الْفَلاَحِ. قَالَ لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّهِ. ثُمَّ قَالَ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ.قَالَ اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ. ثُمَّ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ. قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ. مِنْ قَلْبِهِ دَخَلَ الْجَنَّةَ ».
“Jika muadzin mengucapkan Allahu akbar Allahu akbar, maka ucapkanlah Allahu akbar Allahu akbar. Jika muadzin mengucapkan Asyhadu alla ilaha illallah, maka ucapkanlah Asyhadu alla ilaha illallah. Jika muadzin mengucapkan Asyhadu anna muhammadar rasulullah, maka ucapkanlah Asyhadu anna muhammadar rasulullah. Jika muadzin mengucapkan hayya ‘alash sholaah, ucapkanlah laa hawla wa laa quwwata illa billah. Kemudian jika muadzin mengucapkan hayya ‘alal falaah, maka ucapkanlah laa hawla wa laa quwwata illa billah. Lalu jika muadzin mengucapkan Allahu akbar Allahu akbar, maka ucapkanlah Allahu akbar Allahu akbar”. Lalu jika muadzin mengucapkan laa ilaha illallah, ucapkanlah laa ilaha illallah. Jika dia mengucapkan demikian dari dalam hatinya, maka ia akan masuk surga.” (HR. Muslim no. 385)Semoga sajian singkat ini bermanfaat. Wallahu waliyyut taufiq.
Riyadh-KSA, 9 Rajab 1432 H (10/06/2011)
0 komentar:
Posting Komentar