PENDAHULUAN
Poligami
telah dikenal oleh masyarakat manusia, dengan jumlah yang tidak sedikit
dari perempuan yang berhak digauli. Dalam perjanjian lama misalnya,
disebutkan bahwa Nabi Sulaiman as. memiliki tujuh ratus istri bangsawan
dan tiga ratus gundik (perjanjian lama, Raja-raja I-11-4). Poligami
meluas, disamping dalam masyarakat Arab Jahiliyyah, juga pada bangsa
Ibrani dan Sicilia yang kemudian melahirkan sebagian bangsa besar
lainnya seperti Rusia, Lithuania, Polandia dan lain-lain. Gereja di
Eropa pun mengakui poligami hingga akhir abad ke-17 atau awal abad
ke-18. Hal ini menunjukan bahwa poligami dikenal oleh seluruh masyarakat
manusia.[2]
Sebenarnya
sistem poligami sudah meluas berlaku pada banyak bangsa sebelum Islam
sendiri datang. Tidak benar bahwa, jika dikatakan Islamlah yang
mula-mula membawa sistem poligami. Sistem poligami hingga dewasa ini
masih tetap tersebar pada beberapa bangsa yang tidak beragama Islam
seperti orang-orang Afrika, Hindu India, Cina dan Jepang. Sehingga tidak
benar jika dikatakan bahwa sistem ini hanya beredar di kalangan
bangsa-bangsa yang beragama Islam saja. [3]
PEMBAHASAN
Pengertian Poligami
Kata-kata
“Poligami” terdiri dari kata ”poli” dan “gami”. Secara etimologis, poli
artinya banyak, gami artinya istri. Jadi, poligami itu artinya beristri
banyak. Secara terminologis berarti seorang laki-laki mempunyai lebih
dari satu istri.[4] Dalam istilah lainya ialah seorang laki-laki beristri lebih dari seorang, tetapi dibatasi paling banyak empat orang.[5]
Dalam bahasa Arab, poligami disebut Ta’addad al Zawjat (تعدد الزوجات). Asal perkataan Ta’addad (تعدد) berarti bilangan, manakala perkataan al Zawjat (الزوجات) diambil dari perkataan al Zawjat (الزوجة) yang berarti Isteri. Dua perkataan tersebut apabila digabungkan membawa arti isteri yang banyak atau berbilang-bilang. [6]
Maka dengan demikian, poligami dapat dimaksudkan sebagai menikahi perempuan lebih
dari pada seorang yaitu lawan dari perkataan monogami yang berarti
menikah dengan seorang wanita saja dan merupakan berlawanan dengan
perkataan poliandri yaitu bersuami dengan lebih dari seorang dalam satu
masa.
Dasar Poligami
Allah
SWT membolehkan berpoligami sampai 4 orang istri dengan syaratberlaku
adil kepeda mereka yaitu adil dalam melayani istri, seperti urusan
nafkah, tempat tinggal, pakaian, giliran dan segala hal yang bersifat
lahiriah. Jika tidak bisa berlaku adil maka cukup satu istri saja
(monogami). Hal ini berdasarkan firman Allah SWT:
Dan
jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah
wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian
jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang
saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih
dekat kepada tidak berbuat aniaya. (Q.S. An-Nisa [4] : 3)
Adapun
yang dimaksud adil dalam ayat diatas yaitu berlaku adil ialah perlakuan
yang adil dalam meladeni isteri seperti pakaian, tempat, giliran dan
lain-lain yang bersifat lahiriyah. Islam memperbolehkan poligami dengan
syarat-syarat tertentu. sebelum turun ayat ini poligami sudah ada, dan
pernah pula dijalankan oleh Para Nabi sebelum Nabi Muhammad s.a.w. ayat
ini membatasi poligami sampai empat orang saja.
Ayat
di atas, turun berkaitan dengan sikap sementara pemeliharaan anak yatim
perempuan yang bermaksud menikahi mereka karena harta mereka, tetapi
enggan berlaku adil. Secara redaksional, boleh jadi orang berkata, jika
demikian izin berpoligami hanya diberikan kepada para pemelihara
anak-anak yatim, bukan kepada setiap orang, kendati konteknya demikian,
karena redaksinya bersifat umum dan karena kenyataan sejak masa Nabi
Muhammad SAW dan sahabat beliau menunjukan bahwa yang tidak memelihara
anak yatim pun berpoligami dan itu terjadi tanpa sepengetahuan Rasul.
Maka, tidaklah tepat apabila ayat di atas hanya sebatas kepada para
pemelihara anak-anak yatim. [7]
Redaksi
ayat ini mirip dengan ucapan seseorang yang melarang orang lain makan
makanan tertentu dan untuk menguatkan larangan itu ia berkata: “Jika
Anda khawatir akan sakit bila makan makanan ini, habiskan saja makanan
selainnya yang ada di hadapan Anda”. Tentu saja. Tentu saja, perintah
menghabiskan makanan lain itu hanya sekedar menekankan perlunya
mengindahkan larangan untuk tidak makan makanan tertentu itu.
Perlu
digarisbawahi bahwa ayat poligami ini tidak membuat peraturan baru
tentang poligami karena poligami telah dikenal dan dilaksanakan oleh
penganut berbagai syariah agama dan adat istiadat masyarakat sebelumnya
turunnya ayat ini. Ayat ini tidak juga “menganjurkan” apalagi
“mewajibkan” poligami, tetapi ia hanya berbicara tentang bolehnya
poligami dan itu pun merupakan pintu kecil yang hanya dapat dilalui oleh
siapa yang sangat amat membutuhkan dan dengan syarat yang tidak ringan.[8]
Islam
mendambakan kebahagian keluarga, kebahagian yang antara lain didukung
oleh cinta kepada pasangan. Cinta yang sebenarnya menuntut agar
seseorang tidak mencintai kecuali pasangannya. Ada unkapan literature
agama yang menyatakan :
ليس في القلب حبّان ولا في الوجود ربّان
“Tidak ada di dalam hati dua cinta, sebagaimana tidak ada dalam wujud ini dua Tuhan”
Dengan pandangan tentang cinta disejalankan dengan pandangan tentang keesaan Tuhan, keduanya berdasarkan tauhid (kesatuan.
Itulah yang ideal diidamkan dalam membentuk keluarga yang bahagia. Bila
seseorang benar-benar mencintai, bukan hanya mengorbankan apa yang
boleh atau dapat dimilikinya (dalam hal ini poligami), melainkan juga
mengorbankan jiwa raganya demi cinta.
Sedangkan dasar dari Sunnah[9]
yaitu tentang peristiwa seorang sahabat bernama Ghailan al-Damsyiqi
yang mempunyai sepuluh orang istri ketika beliau masuk Islam Rasulullah
SAW mengarahkannya agar memilih empat orang saja dari Istri-istrinya dan
menceraikan yang lain-lain apabila beliau memeluk agama Islam.
Rasulullah SAW bersabda :
وعن ابن عمر قال : اسلم غيلان بن سلمة وتحته عشرة فقال له النبس (ص) خذ منهن اربعا
“Dari
Ibnu umar telah berkata: telah masuk Islam, Ghailan bin Damsyiqi dan di
sampingnya ada sepuluh orang Istri, maka Rasulullah AW bersabda
kepadanya: Ambillah dari kalangan mereka itu empat orang saja” (Ibnu
Majah).
Begitu
juga dalam peristiwa Qais bin al-Harith, sebelum beliau masuk Islam,
beliau telah mempunyai delapan orang istri. Kemudian apabila beliau
memeluk agama Islam, Rasulullah memerintahkan Qais agar memilih empat
orang saja dari istri-istrinya dan menceraikan yang lainnya.
Syarat Poligami
Penetapan
berlakunya poligami oleh umat Islam beserta dengan batasan-batasan
tertentu dengan syarat-syaratnya sendiri, sebenarnya mempunyai tujuan
jangka panjang yaitu untuk meratakan kesejahteraan keluarga dan untuk
menjaga ketinggian nilai di kalangan masyarakat Islam seterusnya
meningkatkan budi pekerti kaum Muslim. Berikut adalah syarat-syarat
berpoligami yang telah digariskan syara’, yaitu :[10]
a. Pembatasan Jumlah Isteri
Allah
SWT Yang Maha Bijaksana memperbolehkan untuk menikah satu, dua sampai
empat dengan sayrat dia mampu berlaku adil. Allah telah membataskan
jumlah maksimum untuk berpoligami adalah empat orang saja. Penambahan
jumlah yang melebihi empat adalah dilarang syara’. Hal ini diperjelas di
dalam al-Qur’an pada kata “mathna” yang berarti dua, kata “tsulatsa”
yang berarti tiga dan kata “ruba” berate empat. Seperti firman Allah SWT
:
Segala
puji bagi Allah Pencipta langit dan bumi, yang menjadikan Malaikat
sebagai utusan-utusan (untuk mengurus berbagai macam urusan) yang
mempunyai sayap, masing-masing (ada yang) dua, tiga dan empat. Allah
menambahkan pada ciptaan-Nya apa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya
Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Adapun
hikmah dilarangnya nikah lebih dari empat diantaranya ialah jika lebih
dari empat berarti melampaui batas yang pada akhirnya berakibat pada
pelaku poligami itu sendiri akan merasakan beban baik dari segi
kemampuan fisik, mental maupun tanggung jawab, sehingga nantinya akan
repot sendiri dan bisa membuatnya menjadi stress. Disamping
itu, ia akan terseret melakukan kedzaliman (aniaya) baik terhadap
dirinya sendiri ataupun terhadap pasangannya. Hal yang patut
digarisbawahi pula bahwa manusia pada umumnya didominasi oleh nafsu
syahwatnya yang kemudian cenderung melakukan penyimpangan-penyimpangan,
yang pada akhirnya tidak mempunyai kekuatan untuk memberikan hak-haknya
kepada isteri-isterinya.[11]
b. Wanita yang Dikumpulkan Dalam Satu Masa itu Bukan Bersaudara
Islam
telah menetapkan bahwa poligami itu adalah untuk memelihara keluarga
muslim dan memelihara kaum wanita. oleh karena itu, Islam melarang
seorang laki-laki yang berpoligami itu mengumpulkan kakak dengan
adiknya, ibu dengan anak perempuannya atau seorang wanita dengan saudara
ayahnya atau saudara ibunya dalam satu-satu masa. Firman Allah SWT :
Dan
janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu,
terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu Amat
keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh). (Q.S.
An-Nisa [4] : 22)
c. Berkuasa Menanggung Nafkah
Yang
dimaksudkan dengan nafkah di sini ialah nafkah dzahir (lahiriah). Para
ulama bersetuju dan sependapat bahwa apa yang dikatakan berkuasa
menanggung nafkah ialah sanggup menyediakan makanan, tempat tinggal,
pakaian dan perkara-perkara lain yang berbentuk kebendaan dan diperlukan
oleh isteri tanpa membedakan antara istri yang kaya dan yang miskin,
yang berasal dari keturunan yang tinggi dan dari keturunan golongan
bawah.
Ringkasnya
nafkah zahir yang dimaksudkan itu ialah segala keperluan berbentuk
kebendaan yang menjadi keperluan asasi setiap orang. Hanya saja
nilai-nilai saja yang berbeda-beda berdasarkan nilai semasa dan
kemampuan suami. Jika suami adalah seorang yang agak susah maka kadar
nafkah yang yang perlu diberikan kepada seorang istrinya adalah mengikut
kadar nafkah yang sesuai dengan kemampuan seorang suami.
Jika
suami khawatir berbuat zalim dan tidak mampu memenuhi semua hak mereka,
maka ia haram melakukan poligami. Mengenai dengan ketidakadilan suami
terhadap istri-istrinya Nabi Muhammad SAW bersabda : “Dari Abu
hurairah r.a sesungguhnya NAW bersabda: barang siapa yang mempunyai dua
orang Istri lalu memberatkan salah satunya, maka ia akan datang pada
hari kiamat dengan bahunya miring”. [12]
Hikmah Poligami
Setiap
pensyariatan hokum Allah SWT pastinya mempunyai hikmah-hikmah yang
tertentu sama ada yang boleh dilihat secara langsung maupun tidak
langsung. Begitu pula dengan poligami yang membawa hikmah tersendiri.
Mengenai hikmah diizinkan berpoligami antara lain[13]
1. Merupakan karunia SWT kepada manusia
2. Untuk mendapatkan keturunan yang subur bagi suami dan istri mandul
3. Untuk menjaga keutuhan keluarga
tanpa menceraikan istri, sekalipun istri tidak dapat menjalankan
fungsinya sebagai seorang istri atau ia mendapat cacat badan atau
penyakit yang tidak dapat disembuhkan
4. Untuk
menyelamatkan kaum wanita dari krisis akhlak yang tinggal di
negara/masyarakat yang jumlah wanitanya jauh lebih banyak dari kaum
priannya.
5. Untuk menyelamatkan suami dari yang hypersex dari perbuatan zina dan krisis akhlak lainnya.
KESIMPULAN
Berdasarkan
apa yang telah dipaparkan diatas jelaslah bahwa segala peraturan yang
ditentukan oleh Allah SWT itu adalah semata-mata untuk menjamin
kesejahteraan, keamanan dan ketentraman umat Islam dalam menjalani
kehidupan. Oleh karena itulah Allah membolehkan berpoligami terhadap
kaum muslim yang sudah tidak mempunyai jalan penyelesaian lain untuk
terus menjamin kesejahteraan dan kemurniaan hidup sebagai seorang muslim
dalam konteks kekeluargaan
Pensyariatan
poligami ini juga memperlihatkan bahwa bagaimana kaum wanita Islam yang
beriman membenarkan suaminya berpoligami jika mereka tidak dapat
menyempurnakan tanggungjawab sebagai istri sepenuhnya dan apabila
didapati seorang suami itu mampu menyempurnakan syarat-syarat yang telah
digariskan oleh Islam tanpa mengabaikan tanggungjawab. Kesemuanya
adalah bertujuan untuk menghindari dari gejala yang tidak sehat seperti
masalah perzinaan, meninggalkan istri dengan jalan yang salah atau tidak
member nafkah dan lain sebagainya.
Oleh : Oleh : M. Iqbal Juliansyah Zen
0 komentar:
Posting Komentar