Istilah
maladministrasi (baca: mal-administrasi) diambil dari bahasa Inggris
”maladministration” yang diartikan: Tata usaha buruk; Pemerintahan buruk.
Kata
administrasi berasal dari bahasa latin ”administrare” yang berarti to mange, devirasinya
antara lain menjadi ”administratio” yang mengandung makna bersturing atau
Pemerintah.
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, administrasi diartikan:
1. Usaha
dan kegiatan yang meliputi penetapan tujuan serta penetapan cara-cara
penyelenggaraan pembinaan organisasi;
2. Usaha
dan kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan kebijakan untuk mencapai
tujuan;
3.
Kegiatan yang berkaitan dengan
penyelenggaraan pemerintahan; dan
4.
Kegiatan kantor dan tata usaha.
Dalam
hukum administrasi Negara, administrasi adalah aparatur penyelenggara dan
aktivitas-aktivitas penyelenggaraan dari kebijaksanaan-kebijaksanaan,
tugas-tugas, kehendak-kehendak dan tujuan-tujuan pemerintah atau negara.
Dalam
penyelenggaraan pemerintahan, maladministrasi tidak hanya diartikan sekedar
penyimpangan terhadap hal tulis menulis, tata buku, prosedural dan sebagainya.
Namun maladministarasi diartikan lebih luas dan mencangkup pada penyimpangan
yang terjadi terhadap fungsi-fungsi pelayanan publik atau pelayanan pemerintah
yang dilakukan oleh setiap pejabat pemerintahan. Dengan kata lain, tindakan
maladministrasi pejabat pemerintah dapat merupakan perbuatan, sikap maupun
prosedur dan tidak terbatas pada hal-hal administrasi atau tata usaha belaka.
Pengertian
maladministrasi secara umum adalah perilaku yang tidak wajar, termasuk
penundaan pemberian pelayanan; tidak sopan dan kurang peduli terhadap masalah
yang menimpa seseorang yang disebabkan oleh perbuatan penyalahgunaan kekuasaan;
penggunaan kekuasaan secara semena-mena atau kekuasaan yang digunakan untuk
perbuatan yang tidak wajar, tidak adil, intimidatif atau diskriminatif dan
tidak patut didasarkan seluruhnya atau sebagian atas ketentuan undang-undang
atau fakta, tidak masuk akal atau berdasarkan tindakan yang tidak baralasan
(unreasonable), tidak adil (unjust), menekan (oppressive), improrer dan
diskriminatif.
Sadjijono
mengartikan maladministrasi adalah suatu tindakan atau perilaku administrasi
oleh penyelenggara administrasi negara (pejabat publik) dalam proses pemberian
pelayanan umum yang menyimpang dan bertentangan dengan kaidah atau norma hukum
yang berlaku atau melakukan penyalahgunaan wewenang (detournement de pouvoir)
yang atas tindakan tersebut menimbulkan kerugian dan ketidakadilan bagi
masyarakat, dengan kata lain melakukan kesalahan dalam penyelenggaraan
administrasi.
Didalam
pasal 1 angka 3 Undang-Undang No. 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik
Indonesia, dijelaskan mengenai pengertian maladministrasi, yaitu:
”maladministrasi adalah perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui
wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan
wewenang tersebut, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam
penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh penyelenggara Negara dan
pemerintahan yang menimbulkan kerugian meteriil dan/atau immateriil bagi
masyarakat dan orang perseorangan”.
Berdasarkan
pengertian dalam pasal 1 angka 3 Undang-Undang No. 37 Tahun 2008 tersebut, maka
unsur-unsur dari pemenuhan suatu tindakan maladministrasi adalah:
1). Perilaku atau perbuatan melawan hukum;
2). Yang
melampaui wewenang, atau menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang
menjadi tujuan wewenang tersebut, atau termasuk kelalaian atau pengabaian
kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik;
3).
Yang dilakukan oleh penyelenggara
Negara dan pemerintahan;
4). Yang
menimbulkan kerugian meteriil dan/atau immateriil bagi masyarakat dan orang
perseorangan.
Dengan
demikian, tindakan pejabat pubik yang dapat dikategorikan telah memenuhi
tindakan maladministrasi, adalah:
1).
Meliputi semua tindakan yang dirasakan janggal (inappropriate) karena melakukan
tidak sebagaimana mestinya;
2).
Meliputi tindakan pejabat publik yang menyimpang (deviate);
3).
Meliputi tindakan pejabat publik yang melanggar ketentuan
(irregular/illegitimate);
4).
Penyalahgunaan wewenang (abuse of power); dan
5).
Keterlambatan yang tidak perlu karena penundaan berlarut atas suatu kewajiban
pemberian pelayanan publik (undue delay).
Komisi
Ombudsman Nasional memberikan indikator bentuk-bentuk maladministrasi, antara
lain: melakukan tindakan yang janggal (inappropriate), menyimpang (deviate),
sewenang-wenang (arbitrary), melanggar ketentuan (irregular/illegimate),
penyalahgunaan wewenang (abuse of power), atau keterlambatan yang tidak perlu
(undue delay) dan pelanggaran kepatutan (equity).
Berikut
ini 20 (dua puluh) subtansi permasalahan yang menjadi kompetensi Ombudsman,
yang dapat diklasifikasikan sebagai suatu tindakan maladministrasi, yaitu:
1.
Penundaan Berlarut
Secara
berkali-kali menunda atau mengulur-ulur waktu dengan alasan yang tidak dapat
dipertanggung-jawabkan, sehingga proses administrasi yang sedang dikerjakan
menjadi tidak tepat waktu sebagaimana ditentukan (secara patut) dan
mengakibatkan tidak adanya kepastian dalam pemberian pelayanan umum.
2.
Tidak Menangani
Sama
sekali tidak melakukan tindakan yang semestinya wajib dilakukan (menjadi
kewajibannya) dalam rangka memberikan pelayanan umum kepada masyarakat.
3.
Persekongkolan
Beberapa
pejabat publik yang bersekutu dan turut serta melakukan kejahatan, kecurangan,
melawan hukum dalam memberikan pelayanan umum kepada masyarakat.
4. Pemalsuan
Perbuatan
meniru suatu secara tidak sah atau melawan hukum untuk kepentingan
menguntungkan diri sendiri, orang lain dan/atau kelompok.
5.
Diluar Kompetensi
Memutuskan
sesuatu yang bukan menjadi wewenangnya.
6.
Tidak Kompeten
Tidak
mampu atau tidak cakap dalam memutuskan sesuatu.
7.
Penyalahgunaan Wewenang
Menggunakan
wewenang (hak dan kekuasaan untuk bertindak) untuk keperluan yang tidak
sepatutnya.
8.
Bertindak Sewenang-wenang
Menggunakan
wewenang (hak dan kekuasaan untuk bertindak) melebihi apa yang sepatutnya
dilakukan sehingga tindakan dimaksud bertentangan dengan ketentuan.
9.
Permintaan Imbalan Uang/Korupsi
9a. Meminta
imbalan uang dan sebagainya atas pekerjaan yang sudah semestinya dilakukan
(secara cuma-cuma) karena merupakan tanggung jawabnya.
9b. Menggelapkan
uang negara, perusahaan (negara), dan sebagainya untuk kepentingan pribadi atau
orang lain.
10.
Kolusi dan Nepotisme
Melakukan
tindakan tertentu untuk mengutamakan sanak famili sendiri tanpa kreteria
objektif dan tidak dapat dipertanggung jawabkan (tidak akuntable), baik dalam
memperoleh pelayanan maupun untuk dapat duduk dalam jabatan atau posisi di lingkungan
pemerintahan.
11.
Penyimpangan Prosedur
Tidak
mematuhi tahapan kegiatan yang telah ditentukan dan secara patut.
12.
Melalaikan Kewajiban
Tindakan
kurang hati-hati dan tidak mengindahkan apa yang semestinya menjadi
tanggungjawabnya.
13.
Bertindak Tidak Layak / Tidak Patut
Melakukan
sesuatu yang tidak wajar, tidak patut, dan tidak pantas sehingga masyarakat
tidak mendapatkan pelayanan sebagaimana mestinya.
14.
Penggelapan Barang Bukti
Menggunakan
barang, uang dan sebagainya secara tidak sah yang merupakan alat bukti suatu
perkara.
15.
Penguasaan Tanpa Hak
Memiliki
sesuatu yang bukan milik atau kepunyaannya secara melawan hak.
16.
Bertindak Tidak Adil
Melakukan
tindakan memihak, melebihi atau mengurangi dari yang sewajarnya.
17.
Intervensi
Melakukan
campur tangan terhadap kegiatan yang bukan menjadi tugas dan kewenangannya.
18.
Nyata-nyata Berpihak
Bertindak
berat sebelah dan lebih mementingkan salah satu pihak tanpa memperhatikan
ketentuan perundangan yang berlaku.
19.
Pelanggaran Undang-Undang
Melakukan
tindakan menyalahi atau tidak mematuhi ketentuan perundang-undangan yang
berlaku.
20.
Perbuatan Melawan Hukum
Melakukan
perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan yang berlaku dan kepatutan.
Terhadap
oknum pejabat publik yang terbukti bersalah melakukan tindakan maladministrasi
dikenakan tindakan disiplin dan/atau sanksi administrasi (hukuman disiplin),
bahkan mungkin diajukan ke Pengadilan yang berwenang, apabila tindakan
maladministrasi tersebut mengandung aspek yuridis lain.
0 komentar:
Posting Komentar